RSS

Pertemuan

Pertemuan

sesunyi air, kita diam menatap laut
menyentuh jemari kaki yang menjuntai.
“adakah rindu, kerap menyapa
seperti kesetiaan laut menyapa tepian?”
dalam hening angin, kita diam menatap kepak camar
sesekali menukik ke laut lalu melayang bersama kekasihnya.
“adakah perjalanan seperti camar
melayang, menukik, mencari diriku?”
nyiur bernyanyi, tapi sunyi masih menyapa
meskipun air laut kerap menggoda
dan kita terkadang seperti pencuri.
“disini hanya ada sunyi, keheningan
seakan-akan keindahan: sesungguhnya penghias!”
aku menangis mendengar sapamu,
“pulau ini, tak bernama
seperti kita tak pernah tahu harus terdampar!”
kau tersenyum kecil lalu tergelak,
“kita masih saja bermain-main disini
seolah-olah keramaian mengelilingi
tapi, lihatlah hanya ada pasir, nyiur, dan air laut, dan kita!”
dua perahu, terdampar berhimpitan.
perahuku retak, perahumu pecah
lalu bersama kita menatapnya.
“adakah cara untuk kembali
atau memang harus terkubur disini
adik di lembah, abang di puncak bukit!”
sesunyi air, kita diam menatap laut
mengelus jemari kaki.

sumber : http://ironibatanghari.wordpress.com/2008/06/13/pertemuan/

Read Users' Comments (0)

Jembatan

Sutardji Colzoum Bachri

Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung
airmata bangsa. Kata-kata telah lama terperangkap
dalam basa-basi dalam ewuh pekewuh dalam
isyarat dan kilah tanpa makna
Maka aku pun pergi menatap pada wajah
orang berjuta
Wajah orang jalanan yang berdiri satu kaki
dalam penuh sesak bis kota
Wajah orang tergusur
Wajah yang ditilang malang
Wajah legam pemulung yang memungut
remah-remah pembangunan
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar
penonton etalase indah di berbagai plaza
Wajah yang diam-diam menjerit melengking
melolong dan mengucap:
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu
Tapi wahai saudara satu bendera, kenapa
kini ada sesuatu yang terasa jauh beda di antara kita?
Sementara jalan-jalan mekar di mana-mana
menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada. Tapi siapakah yang mampu menjembatani
jurang di antara kita?
Di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang
dan otot linu mengerang mereka pancangkan koyak-moyak
bendera hati dipijak ketidakpedulian pada saudara
Berimis tak mampu menguncupkan kibarannya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi:
padamu negeri
airmata kami

Read Users' Comments (0)

embun pagi

aku ditampar serpihan angin pagi itu
seperti bertanya-tanya pada malam kemarin
dedaunan rapuh terperangkap dingin
membasuh pagi dengan embun yang bergetar

aku meresapi tiap denyut nafas angin
mengurungku dalam pedih yang bergetir
musnahkan gerak dan memutus langkah yang tersedak
terhempas hilang kabut malam

merepih waktu terkikis diri
menggerus sukma dalam peluk sejuk malam
menggerutu dalam senja yang mendekap
meringis memandangi cerita hari kemarin

sampai senja diri
sukar hati harus memahami
menunggu fajar baru datang lagi
hingga kembali pagi meramah diri 

Read Users' Comments (0)