RSS

Lelucon menjelang Tidur

Lelucon Menjelang Tidur

Muhammad Ihwan

            Malam kian larut, ketika Jefri melafaskan dua kali salam dalam shalat isya’ nya. Kakinya masih bergetar dan terasa pegal karena berkendara jauh menggunakan sepeda motor siang tadi. Ia termenung sejenak, diatas sejadah dia merenungkun kisah-kisah yang ia alami. Dan lagi, ia teringat akan Vivi.
            “Ah, perempuan itu lagi”, gumamnya.
Jefri semakin sulit menghilangkan perempuan itu dari ingatan. Jefri memang menyukai Vivi. Perempuan itu menurutnya sangat pintar, wajahnya manis, perhatian. Jefri sudah mengutarakan isi hatinya, namun hanya mendapat respons singkat atau sedikit berbau cuek dari Vivi.
“hmm, iya, tidak apa-apa kok, kan juga tidak ada yang melarang” begitu jawaban Vivi sambil berlalu.
Kata- kata itu masih terngiang dalam kepala Jefri. Kemudian ia segera merapikan perangkat shalatnya. Dan keluar kamar untuk minum. Ketika melintasi ruang keluarga dia melihat kakaknya tertidur dengan pulas dengan mulut yang ternganga. Setelah ia minum segelas air putih, ia langsung kembali kekamarna. Kemudian ia mematikan lampu dan menghidupkan lampu tidur, kemudian dia merebahkan dirinya diatas kasur yang beralaskan lapis bergambar tim Juventus itu. Sudah sekian menit Jefri terbaring, ia belum hendak tertidur. Dia masih merenungkan Vivi, sudah dua hari Vivi tidak mengirmnya pesan singkat melalui handphone. Padahal hubungan mereka setelah kejadian-Jefri mengungkapkan perasaan-  itu mereka malah semakin akrab. Setiap hari terkadang ada beberapa pesan singkat dari Vivi. Tapi Jefri merasa itu hanya hubungan antar teman, dia tidak ingin terlalu jauh berharap seperti dulu.
Jefri melihat jam Swiss Army yang ia  letakkan dimeja kecil disampung tempat tidurnya. Sudah jam 22 lewat 35, matanya masih enggan terpejam. Dia mengambil headset dan memutar lagu dari handphone-nya. Dia merasa lagu yang ia putar sangat pas dengan keadaanya

            Kau beri rasa yang berbeda
            Mungkin kusalah mengartikannya
            Yang kurasa cinta

            Tetapi hatiku selalu meninggikanmu
            Terlalu meninggikanmu
            Selalu meninggikanmu

            Jefri bisa dibilang laki-laki yang paling dekat dengan Vivi, memang jika dilihat perhatian Vivi kepada Jefri cukup berbeda dari yang lain. Namun Jefri masih kurang yakin atas firasatnya itu. Dia semakin sulit untuk tidur. Dia membuka aplikasi opera mini di hp-nya dan membuka situs jejaring sosial facebook. Di sana ia menulis status 

Renunganku malam ini memberiku inspirasi untuk membuat cerpen.

            Dia kembali menutup aplikasi tersebut. Tapi matanya masih belum hendak menutup diri. Jefri kembali membuka facebook. Dia lihat ada pemberitahuan baru. Ternyata Vivi mengomentari statusnya

Dari kemarin cerpen terus, emang tugas yang lain udah kelar?

            Kemudian Jefri menjawab

Hhmm, ada yang belum sih, kimia tinggal satu soal lagi, tapi tugas mulok belum. Kamu mulok udah??

            Kembali Vivi membalas

Kalau kimia sih gamapang, ntar aku liatin deh 1 lagi. Tapi kalau mulok susah. Teman-teman yang lain juga belum dapat,

Eh tumben kamu jam sigini belum tidur, jangan-jangan ketularan sama aku ya? Hehe
Ketika Jefri hendak membalas, hp-nya berbunyi. Ternyata ada pesan masuk, sepertinya Jefri bisa menduga siap pengirimnya
“heh, sudah kuduga”. Gumam Jefri ketika pelihat nama pengirimnya, pesan itu datang dari Vivi. Isinya sama persis dengan komentarnya di facebook tadi

My comment :
@Jefri :: Kalau kimia sih gampang, ntar aku liatin deh 1 lagi. Tapi kalau mulok susah. Teman-teman yang lain juga belum dapat,

Eh tumben kamu jam sigini belum tidur, jangan-jangan ketularan sama aku ya? Hehe”

Kemudia mereka langsung saling berikirim pesan singkat
hehe, iya sih. Bisa jadi emang ketularan kamu. Entah lah, padahal badan capek, tapi mata masih belum mau nurut sama tuan-nya”
“hahaha, maka nya Jef. Menurut buku yang aku baca, tidak bagus kalau waktu kerja dan waktu istirahat mata tidak seimbang, karena berpengaruh pada kesehatan. Ini hanya sekedar saran.”
“memang, tapi kan ini bukan mau    ku, mata nih yang tidak mau nurut sama tuan nya, eh utnggu dulu, kamu juga seperti itukan.? “
“ eh, iya juga yah, hehehe.
            Tapi aku malam ini emang tidak bisa tidur Jef “

            Jefri membalas pesan singkatnya sambil senyum-senyum sendiri. Mulutnya mulai menguap. Rasa kantuk yang ia nanti sejak tadi akhirnya menghampirinya.

            ”kenapa tidak bisa tidur?”
“ entah lah, hatiku rasa nya tidak tenang malam ini. “
            “mungkin ada yang kamu pikirin terus. Aku juga begitu, biasanya pukul 21.00 sudah terkapar ditempat tidur, tapi ini masih bangun. Padahal badanku juga capek. Tapi iya sih, pikiranku juga galau, entah mengpa… aku tidak tahu.”
Malam itu kian terasa sunyi, suara jangkrik seperti lenyap ditelan malam, yang terdengar hanya suara lentingan keypad hp mereka berdua dalam tempat yang berbeda. Sepi, sunyi, mereka seperti hanya berdua dimalam itu.
“sama, aku juga seperti itu. Tapi kali ini rasanya beda. Bedaaaaaaaaaaaa sekali Jef”
Dengan bergaya seperti orang bijak, Jefri kembali membalas pesan singkatnya
“boleh saya tau makna dari “rasa” yang anda maksud?”
“eh, susah mau mendeskripsikannya Jef, yang jelas aku merasa seperti ada yang memanggil perasaan ku gitu. Dan sepertinya dia benar-benar membutuhkan pertolonganku”

            Jefri berpikir, apa yang dirasakan Vivi. Jika ada orang yang memanggil perasaanya adalah dia. Mungkin bisa jadi.
            “Apakah aku yang mungkin terlalu kuat perasaanku sehingga ia merasakan hal yang seperti itu, tapi, aku tidak terlalu sampai segitunya lah. Sampai benar-benar membutuhkan dia.” Gumam Jefri dalam hati.
            Kemudian dia kembali membalas pesan singkat itu

            “hah? Bisa seperti itu ya? Hmm, kontak batin mungkin. Tpi Vi, biasanya yang seperti itu emang benar-benar terjadi.”           
“Hah? Jef, serius dong. Seperti ada yang berbau mistik gitu. Jef, jangan nakutin lah.”
Jefri menarik nafas panjang. Mengerutkan keningnya, berpikir kata apa yang paling pas untuk membalas pesan dari Vivi barusan. Treenngg!! Lampu diatas kepalanya hidup. Menunjukan bahwa dia telah mendapatkan kata-kata. Dia mengetik kembali pesan singkatnya.
“Tidak Vivi, bukan seperti itu. Tapi mungkin emang ada orang yang sedang butuh sama kamu. Terus Allah menyampaikannya melalui firasat, itu hanya mungkin. Tapi, kalau kamu masih galau coba istighfar, zikir, insya Allah hatimu bisa jadi lebih tenang.”
Setelah membalas pesan singkat tadi, Jefri bangkit dari tempat tidurnya, kemudan keluar dari kamar. Dia kembali meneguk minuman segelas. Saat kembali kekamar. Dia melihat kakakknya yang tadinya tertidur sedang asyik melihat pertandingan sepak bola.
“Siapa yang main?”
            “Qatar melawan Cina. Seru loh, tidak nonton dulu?”
“Tidak kak, udah ngantuk.”

            Kemudian Jefri kembali menuju kamarnya. Dia lihat ada balasan lagi dari Vivi. Dan dia sangat terkejut dengan balasan dari Vivi

            “Hahaha, kamu kena tipu Jef. I just kidding tahu! Tidak separah itu kok perasaan aku. Haha”
Jefri yang sudah bersusah payah merangkai kata-kata hanya menggaruk kepala.
“wanita emang tidak bisa ditebak!” gerutunya.
Kemudian dibalas lagi oleh Jefri

            “Eh, dasar kamu nih. Udah keren-keren buat kata-kata, ujung-ujung nya tak berguna. Kenapa sih setiap mau berbuat baik ada saja kendalanya.”
“Jefri... Jefri.., kamu ini. Hahaha. Emang sejak kapan aku punya telepati seperti itu? Itu cuma iseng tahu!
             Tapi Jef… saat ini, terutama malam ini aku benar-benar merasakan ada orang yang juga merasakan hal yang sama denganku. Seriously”
“iya, tapi yang kamu rasain sekarang ini apa? Jangan berbelit seperti itu dong”
“Emmm, apa ya? Aku juga tidak tahu Jef, yang jelas it first for me”

            Jefri semakin penasaran, terutama saat Vivi bilang “it first for me”, ini adalah yang pertama untukku, itulah maknanya. Jika Vivi memang merasa ada seseorang yang persaanya sama dengan dia. Jefri berharap bahwa itu adalah dirinya. Tapi apakah itu mungkin, sebelumnya Jefri sudah mengetahui bahwa Vivi pernah mengagumi seseorang. Tapi Jefri tidak tahu apakah masih atau tidak. Untuk saat ini, Jefri tidak yakin bahwa itu adalah dirinya.
“Maaf jika aku sedikit lancang, apakah kamu Falling in love?”
Vivi menjawab dengan singkat
            “Maybe, t i d a k”
Belum sempat Jefri membalas, Vivi kembali mengirim pesan singkat
“Udahlah Jef, anggap saja obrolan kita tadi hanya lelucon menjelang tidur. Thank’s udah menemaniku malam ini”
Jefri tahu, Vivi sedang menyembunyikan sesuatu.
“Jika hanya menganggap berarti hanya mencoba melupakan sesuatu yang sebenarnya ingin diketahui.
Iya Vi, sama-sama, good night”
Jefri melempar hp-nya kesudut tempat tidur. Ia mengira pesan itu tidak akan dibalas lagi oleh Vivi. Dia coba memejamkan mata. Namun ia kembali terkejut. Hp- nya bergetar. Ada pesan masuk. Dari Vivi.
“Sorry Jef, sebenarnya ada banyak rahasia yang mau aku ungkap. Tapi, aku tidak bisa. Sulit rasanya untuk jujur dan mengungkapkan semua kegalauan ini”
Suasana begitu hening, pembicaraan yang Vivi anggap sebagai lelucon menjelang tidur menjadi pembicaraan yang serius dan terpaut pada perasaan. Jefri merenung, apa yang sebenarnya yang mengisi hati Vivi saat ini.
“Mengapa sulit? Tapi sudahlah. Tidak apa-apa. Itu adalah hak kamu kalau mau memberitahu atau tidak. Kalau itu memang tidak bisa juga tidak apa-apa. Aku juga tidak bisa dan tidak punya hak untuk memaksa”
Vivi hamya membalas
 “….”
            “sepertinya kegalauanmu sudah sampai stadium akhir. Sampai hanya menulis titik-titik. Ya sudahlah. Aku tidak akan mengganggu kamu lagi.”
Sampai disitu pembicaraan mereka terhenti. Jefri tidak tahu pakah Vivi sudah tidur atau masih memikirkan perasaannya. Yang jelas Jefri tahu, sangat sulit baginya untuk mendapatkan Vivi. Namun, sejenak terngiang dalam benak Jefri, entah mengapa pesan-pesan yang Vivi kirim ke-dia tadi seperti Vivi sedang meyakinkan dirinya bahwa Vivi juga menyukainya. Tapi Jefri tak mau berangan tinggi dulu. dia hanya ingin kenyataan yang manis. Bukan khayalan tingkat tinggi belaka. Namun dia juga tak berputus asa dan terlarut dalam kesedihan. Karena ia yakin Tuhan telah mengatur semuanya.
Dia perlahan memeluk erat bantal guling disampingnya. Siulan angin malam kian merebak. Makin sunyi dingin semakin melekat.  Sambil mendengarkan lagu, yang menurutnya sangat pas untuk perasaannya saat itu, perlahan. Diantara deru dentingan piano dalam lagu “Mimpi Yang Sempurna” itu, ia terlelap bersama pekatnya malam.

            Aku kan menghilang dalam pekat malam
            Lepas kumelayang

            Biarlah kubertanya pada bintang-bintang
            Tentang arti kita
            Dalam mimpi yang sempurna
           
           




0 komentar:

Posting Komentar